Ini mungkin bagian dari takdir, siapa sangka bisa sekebetulan ini. Kemarin-kemarin aku berulang kali mengeluhkan tentang ibadahku. Yaa seperti kalimatku tadi, hanya mengeluhkan, belum terkumpul niat untuk memperbaiki. Kenapa salatku kurang berkualitas?
“Arvi, mau tanya, yang angkatanmu ada yg ikut liqo’ gitu ga sih?” Buru-buru kujawab bahwa aku tidak tahu. Rasanya ingin kutambah kalimat penutup, Mbak, sepertinya Mbak salah orang kalo menanyakan hal itu pada Arvi. Tapi nyatanya, aku tidak sampai hati melontarkan kalimat yang agaknya sedikit kasar, apalagi ditujukan untuk dokter gigi baru yang cantik nan bersih hatinya.
Kenapa nanyanya ke aku, Mba? Halo? Apa aku selama ini dianggap sebagai orang sisi kanan? Atau sebenarnya memang aku tergolong orang-orang sisi kanan hanya saja sedang jauh melangkah ke kiri? Cuman terlintas, tidak lagi kulanjutkan.
Sebagai bentuk rasa tanggung jawab atas pesan tadi, kuteruskan pertanyaan yang sama kepada orang yang pantas untuk ditanya. Entah mengapa akhir-akhir ini mataku terlalu sensitif bila melihat tautan blog seseorang. Ya! Tanpa pikir panjang, tautan blog yang terpampang di bio Line milik ‘orang yang pantas’ kubuka dengan cepat.
Isi dari tulisannya berhasil mengukir senyum kagum sudut bibirku. Bagaimana bisa ia menanyakan ketulusan hati atas salat rawatib yang tak pernah bolong ia lakukan sedangkan aku masih di tahap mengeluhkan salat farduku yang sekelas kakap. Lagi-lagi aku berasa dijewer habis-habisan. Sejauh mana kamu meresapi setiap makna dari bacaan salatmu, Vi? Keburu ngapain, sih? Kenapa tidak betah menahan untuk tetap duduk barang dua menit saja selepas salat?
Beberapa waktu lalu aku mebaca postingan Instagram milik tokoh publik muslim, yang intinya tuh begini: coba pelanin dan resapin tiap bacaan Al Fatihah, lalu bayangin ada Allah pemilik seluruh luasnya alam yang Mahabesar benar-benar menjawab setiap ayat yang kita baca [bersumber dari Hadist Riwayat Tirmidzi].
Tak peduli ini nyambung atau ngga nyambung, tetap kusambungin, hehe. Kalau saja semua bacaan salatku aku pelanin lagi, aku cari tahu lagi makna bacaan yang belum kutahu, kuresapin lagi tiap maknanya tidak hanya sebatas hafalan, mungkin bisa aja aku menahan dua menit untuk duduk sejenak selepas salat dan memperbaiki kualitas munajatku yang terbiasa melaju tanpa rem itu. Astaghfirullah, Arvi.
Salat bukan sekadar penggugur kewajiban, ada banyak makna di balik itu, kalau saja kamu paham.
Kebetulan ini seolah sedang berusaha mengumpulkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kukeluhkan. Semoga segera kutemukan jawaban versi lengkapnya. Ini evaluasi salatku untuk kuperbaiki saat ini juga, doakan aku istiqomah, ya!
Kulonprogo, 29 Agustus 2020